Sejumlah dosen dan mahasiswa FKM Universitas Jember berkesempatan menimba ilmu ke Australia, mereka adalah Dr. Dewi Rokhmah, Ninna Rohmawati, S. Gz., M.PH., Anita Dewi Moleyaningrum, S. KM., M.Kes., Desy Iswari Amalia dan Retno Dwi Astuti. Mereka tergabung dalam Centre of Public Health Empowerment Studies (C-Phe Studies) atau Pusat Studi Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat.

Tempat pertama yang dikunjungi adalah University of Western Australia (UWA), kampus paling tua di Negara Bagian Australia Barat. Komunitas ini membuat janji dengan komunitas Taman Pendidikan Alquran untuk anak-anak Indonesia di Nedlands, Crawley, Perth. TPA ini dipimpin Darayani Aradhita, istri mahasiswa master (S-2) asal Indonesia yang kuliah di UWA. Layaknya di Indonesia, TPA itu mengajarkan mengaji, doa-doa, dan cerita nabi-nabi. Bedanya memang di lokasinya, TPA tidak belajar di gedung, tapi benar-benar di taman. Dua komunitas itu saling menceritakan apa yang dikerjakan masing-masing.

Pada kunjungan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Perth, C-PHE Studies mendapat banyak informasi baru tentang regulasi yang dibuat negara dan sekolah untuk melindungi anak. Rombongan disambut Widya Sinedu, penanggung jawab komunikasi dan budaya. Sebagai narasumber diskusi ada Ade Scaf, tokoh masyarakat asal Indonesia yang berkecimpung di dunia pendidikan dan perlindungan perempuan dan anak.

Berikunya rombongan melanjutkan kunjungan ke Curtin University. C-PHE Studies diantar Satrya Wibawa, dosen Ilmu Komunikasi Unair yang sedang menempuh pendidikan S-3 di sana. Background pendidikan C-PHE Studies adalah kesehatan masyarakat. Tak heran, obrolan dengan Satrya Wibawa seputar promosi kesehatan serta mediamedia komunikasi.

Kunjungan ini merupakan penghargaan atas keberhasilan C-Phee Studies sebagai juara satu dalam kegiatan Tangkis Community Competition yang diselenggarakan oleh Jawa Pos. Mereka memenangkan kompetisi melawan 307 peserta se Indonesia. Prestasi itu diraih karena mampu melakukan pemberdayaan dari hulu ke hilir. Selain itu, program ke depan juga sudah tersusun. Mulai dari kerja sama dengan psikolog, pesantren, pusat perlindungan terpadu dan lainnya.

C-Phe Studies memberikan edukasi pada orang tua dan guru untuk mendidik anak agar terhindar dari kekerasan seksual. Salah satunya caranya adalah dengan membangun komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak. Selain itu, ayah juga harus ikut berperan aktif dalam pendidikan anaknya sehingga pola asuh seimbang. Kepada anak yang masih berumur satu sampai tiga  tahun, komunitas  ini memberikan pemahaman tentang perbedaan antara laki dan perempuan. Sehingga mereka bisa mengenali diri sendiri. Selain itu, materi yang diajarkan juga tentang toilet training. Yakni, menjelaskan pada anak-anak agar mandi di kamar mandi, bukan di tempat terbuka. Jika mandi, maka tidak boleh berdua dengan teman-temannya. Selain itu, juga tidak boleh menyentuh tujuh lubang manusia, mulai dari mulut hingga kemaluan. Hal itu dijelaskan pada anak usia empat tahun ke atas. Mereka diajak untuk saling menghargai lain jenisnya.

Kunjungan ke australia selama lima hari tersebut diharapkan memberi tambahan wawasan sebagai bahan untuk terus melakukan perlindungan anak dan memerangi kekerasan seksual kepada anak.

Sumber : Jawa Pos edisi 14 Desember 2017 dan 27 Februari 2018.